Manado, FAJARMANADO.CO.ID – Sosialisasi Rancangan Peraturan Gubernur (Pergub) Sulawesi Utara tentang kerjasama media yang dilaksanakan Kamis, 22 Mei 2025 di Ruang CJ Rantung, Kantor Gubernur, menuai kritik tajam dari para pimpinan perusahaan pers. Acara yang dibuka Kepala Dinas Kominfo Steven Evans Liow ini dinilai gagal memberikan pemahaman substansial tentang rancangan Pergub tersebut. Para peserta hanya diinformasikan bahwa rancangan Pergub sudah ada dan akan dilanjutkan prosesnya ke Kementerian Dalam Negeri.
Ketidakpuasan peserta sangat terlihat. Banyak yang menduga pertemuan tersebut sebagai upaya “formalitas” untuk menunjukkan adanya sosialisasi, tanpa substansi dan transparansi yang memadai. Beberapa pemilik perusahaan media sekaligus wartawan menyatakan, sosialisasi seharusnya dilakukan sebelum penyusunan rancangan Pergub dan sesudah menjadi Ranpergub untuk kita memberi tanggapan atas itu.
Hal ini dinilai merugikan karena tidak memberikan ruang bagi masukan dan saran agar Pergub tidak menghambat kinerja perusahaan pers dan wartawan, serta persaingan usaha yang sehat dalam konteks E-katalog versi 6.
Lebih lanjut, penggunaan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Peraturan Dewan Pers dalam rancangan Pergub juga dipertanyakan. Para peserta mempertanyakan dasar hukum yang mewajibkan perusahaan pers untuk terverifikasi, padahal pasal 9 UU No. 40 Tahun 1999 hanya mensyaratkan berbadan hukum. Oleh karena itu, dianggap tidak tepat memasukkan kewajiban verifikasi sebagai aturan dalam Pergub.

Jerry Uno pengurus Serikat Pers Republik Indonesia SPRI Sulawesi Utara mengungkapkan beberapa poin penting:
– Pertanyaan: Mengingat Sulawesi Utara bagian dari NKRI, apa peraturan yang menjadi pedoman pelaksanaan belanja jasa media?
(Jawaban: Perpres Nomor 46 Tahun 2025). Dengan demikian, semua kegiatan pengadaan barang dan jasa di Sulut seharusnya berpedoman pada Perpres tersebut.
– Pernyataan: Poin dalam rancangan Pergub yang mewajibkan verifikasi Dewan Pers dinilai sebagai upaya monopoli yang melanggar prinsip pengadaan barang dan jasa yang terbuka dan adil (Pasal 6 huruf d dan e Perpres 46 Tahun 2025 junto Perpres 16 Tahun 2018), serta melanggar etika pengadaan (Pasal 7 Perpres 46 Tahun 2025 junto Perpres 16 Tahun 2018). Hal ini mengacu pada kasus Menteri Kominfo Johny G. Plate (Sidang 5 Oktober 2023, Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta).
Ia juga mengingatkan asas hukum “Lex Superior Derogat Legi Inferiori” (hukum yang lebih tinggi mengesampingkan hukum yang lebih rendah). Oleh karena itu, Rancangan Pergub harus dikaji ulang dan disesuaikan dengan peraturan yang lebih tinggi. Ia bahkan mempertanyakan apakah rancangan Pergub ini sengaja dirancang untuk menjerat Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, mengingat potensi pelanggaran hukum yang ada. Ia menegaskan akan terus mengawal kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur agar terhindar dari potensi jebakan hukum.
Sosialisasi yang seharusnya menjadi forum diskusi dan penyampaian informasi yang konstruktif, justru menimbulkan polemik dan kecurigaan. Ke depan, diharapkan proses penyusunan Pergub melibatkan lebih banyak pihak terkait dan mempertimbangkan aspek hukum dan etika yang berlaku secara transparan. (DK)*